MAHASISWA sejak kelahirannya sebagai salah satu kelas manusia terdidik di negeri ini memiliki peran yang signifikan dalam melaksanakan perubahan Indonesia dari masa ke masa. Dalam catatan sejarah, pergerakan Mahasiswa Indonesia memiliki prestasi yang gemilang. Dapat dikatakan, mahasiswa merupakan think tank perjuangan Indonesia yang sudah terorganisasikan secara modern, serta bermuatan intelektual. Sehingga dalam melakukan agenda-agenda perjuangan dapat dilakukan secara efektif, dan konstruktif
Kegemilangan pemuda yang paling momumental salah satunya terjadi ketika pemuda Indonesia melakukan tindakan pengamanan Soekarno ke Rengasdengklok agar Soekarno menyegerakan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia, selain membentengi Soekarno dari intervensi kolonial maupun pengaruh komunis.
Pascakemerdekaan, organisasi mahasiswa tumbuh subur. Pada masa itu organisasi mahasiswa kebanyak memiliki afiliasi dengan partai politik, berdasarkan ideologi yang menjadi kredo perjuangannya, sebut saja Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) yang kala itu berafiliasi dengan Masyumi, Persatuan Mahasiswa Khatolik RI (PMKRI) dengan Partai Katolik, Gerakan Mahasiwa Nasional Indonesia dengan Partai Nasional Indonesia (PNI), Pergerakan Mahsiswa Islam Indonesia (PMII) dengan Partai N, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, dan yang terakhir Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMNI) dengan PKI. Kedekatan-kedekatan yang terbangun sebenarnya tidak tertulis dalam aturan main organisasi masing-masing, tetapi antara organisasi tersebut dengan ideologi yang diusung partai memiliki kedekatan. Sehingga antar anggotanya juga memiliki kedekatan emosianal yang menyebabkan banyak alumni dari organisasi tersebut menjadi kader partai yang berafiliasi dengannya.
Ideologi komunis yang diusung oleh PKI dan CGMNI pascaPemilu 1955 melakukan konfrontasi kepada partai dan organisasi Mahasiswa lain, terutama perseteruan sengit antara HMI dengan CGMNI. Mahasiswa Indonesia memandang bahwa komunis sebenarnya ingin mengubah dasar negara yang sudah terpancang oleh pendiri bangsa ini menjadi sosialis. Konfrontasi ini direspon oleh mahasiswa Indonesia dengan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1966 yang merupakan gabungan dari beberapa elemen mahasiswa yang ada untuk melakukan perlawanan terhadap PKI maupun CGMNI. Kali ini pun mahasiswa Indonesia mendapatkan prestasi yang gemilang dalam membersihkan ibu pertiwi dari pengaruh PKI.
Era selanjutnya, babak di mana mahasiwa mampu menumbangkan Soeharto sebagai presiden Indonesia yang telah membangun dinasti, serta terkenal menumbuhkan semangan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) di Indonesia. Klimaks perjuagannya pun terlihat dramatis, mahasiswa berbondong-bondong menduduki gedung kura-kura DPR RI. Dimulai dari situ, mahasiswa membuka lembar baru bangsa ini menjadi bangsa yang demokratis akibat reformasi yang bergulir begitu derasnya.
Pascareformasi sampai saat ini, banyak sudah yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia, tetapi hanya berorientasi pada kepentingan organisasinya. Perjuangan-perjuangan ideologis nampaknya sudah tidak diminati lagi oleh masyarakat kita. Hal ini berakibat pada lemahnya dukungan masyarakat pada aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa, bahkan aksi-aksi mahasiswa di jalan mendapat kecaman keras dari masyarakat karena menyebabkan macet, dan sebagainya. Minat mahasiswa pada masalah-masalah kemasyarakatan mulai menurun, aksi-aksi demonstrasi hanya melibatkan kalangan elit kampus yang berjumlah puluhan orang.
Dari Ideologis ke Professional
Terlihat pada masa-masa sebelumnya mahasiswa memiliki apa yang disebut dengan “common enemy”. Dimulai dari Kolonialisme fisik, Komunis, hingga rezim Soeharto, sehingga arah pergerakannya menjadi jelas dan terarah. Sebenarnya dalam perjuangan masa itu simbol-simbol organisasi mampu dilebur oleh keinginan luhur mahasiswa untuk membangun bangsanya, semuanya memiliki misi yang sama dengan warna yang berbeda. Pada masa kini sebuah pertanyaan besar bagi mahasiswa Indonesia? Siapa “musuh” kita? Mau dibawa ke mana reformasi ini?
Tiap organisasi tentu punya catatan sejarah manis tentang kegemilangan mahasiswa kala itu yang membuatnya dipelajari dengan bangga pada tiap-tiap pelatihan-pelatihan kepemimpinan, sehingga banyak yang menjadikannya sumber inspirasi dalam berjuang. Bahkan tidak sedikit yang menghidupkan simbol-simbol perjuangan kala itu.
Globalisasi menghilangkan sekat-sekat ideologi di dunia ini, dunia yang baru adalah dunia kompetensi yang membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang unggul. Karena persaingan global sudah tidak menyentuh masalah ideologi, China misalnya sebuah negara komunis tetapi menggunakan sistem perekonomian kapitalis dan banyak contoh yang lain.
Untuk mengisi reformasi ini, mahasiswa harus berkonsentrasi untuk melaksanakan riset, kajian ilmiah, dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh masyarakat kita saat ini. Masyarakat saat ini menantikan produk-produk mahasiswa yang mampu dirasakan langsung oleh mereka. Masalah pengangguran, transportasi, pangan, pengelolaan sumber daya alam (SDA), tata kota, teknologi informasi, serta pemerataan pembangunan, semua itu membutuhkan hasil karya mahasiswa Indonesia. Karena, siapa lagi yang diharapkan, bukankah mahasiswa adalah manusia Indonesia yang beruntung mampu melanjutkan hingga perguruan tinggi. Di sinilah perjuangan mahasiswa saat ini, perjuangan yang lebih rumit tetapi mulia.
Berhenti Berpolitik Praktis
Banyak di antara kita yang menjadi “antek-antek” partai politik bahkan alat kekuasaan. Banyak pergerakan organisasi mahasiswa berorientasi politik, sehingga sering ikut larut dalam pesta-pesta politik. Bukan berarti politik itu dilarang, fungsi mahasiswa sebagai social control harus tetap dijalankan tetapi mahasiswa bukan agen politik. Mahasiswa adalah insan akademis, pencipta, pengabdi bagi masyarakat. Tugas mahasiswa mengamankan ideologi negara bisa lebih dikendurkan, karena tidak seperti masa itu. Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini sudah berperan dengan baik. Mahasiswa dibutuhkan jika terjadi kekacauan sistem nasional, atau terjadi sumbat-sumbat kemajuan. Di situlah mahasiswa bertugas mendobrak sumbat-sumbat itu. Tetapi jika keadaannya aman lancar, mahasiswa mesti kembali kepada tugas utama sebagai mahasiswa bukan sebagai kader politik.
Caps goalie miffed by nachos on ice during goal
1 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar